Cinta (1) Rify cerbung

1

Seorang lelaki jangkung menggunakan baju kaos putih dan dibalut dengan jaket coklat keluar dari rumahnya dengan menarik koper kecil. Kemudian diangkatnya koper itu untuk dimasukkan ke bagasi mobilnya. Dahinya berkerut, disana sudah ada koper yang agak lebih besar dari kopernya.
“nebeng lagi tuh anak.” Gumamnya lalu memasukkan kopernya ke bagasi dan menutupnya. Kemudian diliriknya rumah yang berseberangan dengan rumahnya dan tak lama keluar seorang gadis cantik bersama mamanya. Gadis yang selama ini selalu bersamanya. Bersama dalam kata “sahabat” tidak lebih. Mengingat itu ia menghela napas berat dan tersenyum melihat gadis dan mamanya itu berjalan menghampirinya.
“Kak, Riooo.” Teriak gadis cantik itu. Rio Prama –lelaki jangkung tadi menatapnya aneh.
“Kok natap guenya aneh sih kak?” Pefyta Adam yang biasa disapa Ify menatap Rio kesal. Tangan Rio dengan mulus langsung mendarat dikepalanya mengacak rambut ikalnya.
“iih, berantakan tau.”
“lo kayak dihutan tau nggak, teriak-teriak nggak jelas.” Ify hanya nyengir sedangkan mama Ify -Rita yang mendengarkan dua anak ini hanya geleng-geleng kepala. Dia sudah sangat hapal apa yang terjadi dengan dua anak ini bila bersama.
“Io, Bunda mana?” Tanya mama Ify.
“ada di dalam Ma, bentar lagi keluar kok.” Tak lama keluarlah Bunda Rio bersama Ayahnya. Mereka tersenyum kepada Mama Ify.
“Bun, Mama nitip Ify ya? Mama nggak bisa ngantar ke asrama karena siang nanti mau ke Bandung jenguk Omanya yang sakit.” Jelas Mama Ify. Beginilah keakraban dua keluarga ini. Mama Ify dan Bunda Rio tidak memanggil nama, tetapi mengikuti anak-anak mereka.
Bunda Rio –Ira mengangguk dan tersenyum “Iya Ma, biar Ifynya sama Bunda dan Ayah aja.”
“Thanks Bun. Ify baik-baik ya sayang, nanti kalo udah nyampe di asrama kabarin Mama.”
“Oke Ma.” Jawab Ify lalu memeluk Mamanya. “Mama doain Ify ya, Ify nggak bisa apa-apa tanpa doa Mama. Salam juga buat Oma.” Mama tersenyum dan mengangguk.
“Ya udah, Mama pulang ya. Hati-hati, Rio jagain Ify ya.” Rio mengangguk lalu mencium tangan Mama Ify lalu Mama Ify mencium kepalanya dan berbisik “Mama percaya sama, Rio.”
Suara Ayah Rio yang sudah menunggu di kemudi mobil menyadarkan mereka. Rio membuka pintu belakang mobil dan membiarkan Ify masuk lebih dulu kemudian disusul oleh dirinya. Sedangkan Bunda di depan bersama Ayah.
“Assalamu’alaikum, Mama.”
“Wa’alaikum salam.”

Rio dan Ify sepasang anak manusia ini sekarang bersekolah disalah satu sekolah Boarding School yang mengharuskan mereka harus tinggal di asrama dan berpisah dengan orang tua mereka. Entah apa yang membuat mereka lebih memilih boarding school ini yang pasti mereka akan selalu beralasan “biar mandiri” Yasudahlah.

***
Mobil BMW hitam itu memasuki area parkir sekolah megah SMAN PLUS. Setelah menemukan tempat untuk parkir mobil itu berhenti dan keluarlah Rio dari sisi kiri dan Ify dari sisi kanan. Disusul oleh Ayah dan Bunda Rio. Rio langsung membuka bagasi dan mengleuarkan koper mereka.
Rio melirik Ify yang masih menatap gedung sekolah mereka dengan tatapan Rindu. Terlihat dari kata yang keluar dari mulutnya “Gue kangeeen.” Teriaknya girang. Rio menggelengkan kepalanya dan menggulum senyum.
“Heh, nih koper lo gede amat. Bawa apaan aja lo?” celetuk Rio tiba-tiba. Ify menoleh dan mencibir ke Rio.
“Suka-suka guelah mau bawa apa. Wlee. Kepo.”
“Yee, sewot. Biasa aja dong.” Balas Rio.
“Bodo, lo bawain koper gue ya kak. Titik loh, nggak pake apa-apa lagi.”
“Telanjang dong, Fy.” Ify langsung menimpuk Rio dengan tas kecil yang dipegangnya.
“AWW, AWW.” Ditambah lagi satu bonus cubitan dari Bundanya. Rio meringis dan melotot ke arah Ify yang kini tengah menertawakannya.
“ngomong disaring dulu ya, nak.” Kata bunda lembut tapi tatapannya itu loh tajam. Setajam Silet.
“Iya, Bun. Tapi menurut Rio Bunda salah maksud deh.”
“Sekarang nyalahin Bunda?”
“Eh, enggak Bun.” Ringis Rio membuat Bunda menggeleng kecil. Sedangkan Ify nampak memeletkan lidahnya. Rio menggeram dalam hati. ‘Awas Lo Ify.’
Ify menghampiri Bunda Rio dan memeluk lengan Bunda lalu menyenderkan kepalanya dibahu Bunda dengan manja. Bunda hanya tersenyum melihat tingkah Ify yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri. Maklum Bunda Rio tidak memiliki anak perempuan. Bunda hanya memiliki Rio dan Adiknya Ray yang kini sedang liburan di rumah eyangnya di Singapura.
“Kenapa sayang?” Ify menggeleng dan melepas pelukannya.  Bunda mengusap kepala Ify lembut dan mencium pipinya. “Ify sayang sama Bunda.” Rio dan Ayah menghampiri Bunda dan Ify.
“liat deh Yah, cewek hobi banget peluk-peluk.”
“Jangan mulai, Io. Sini Rio Bunda peluk.” Rio menghampiri Bunda dan memeluk sebelah kiri Bunda sedangkan Ify di kanan Bunda. Sedangkan Ayah hanya diam memperhatikan mereka.
DEG!!
Ify tersentak kaget. Kenapa dengan jantungnya. Ify menggeleng lalu melepas genggaman tangan Rio dan pelukan Bunda.
“Hati-hati disini ya anak-anak Bunda. Belajar yang benar, jangan nakal.” Ify dan Rio mengangguk.
“sip, Bunda. Bunda dan Ayah doain Ify dan kak Rio yaa?” jawab Ify.
“Pasti sayang, Ayah dan Bunda pasti selalu doakan kalian.” Jawab Ayah dan diangguki Bunda.
“Bunda dan Ayah pulang ya, jaga diri baik-baik. Rio kalo bandel omelin aja Fy dan cubit kuat-kuat.”
“kalau itu mah, Ify nggak lupa Bundaa.”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam, hati-hati dijalan Bun, Yah.”
Rio dan Ify memperhatikan mobil BMW itu sampai akhirnya hilang dari penglihatan mereka. Rio melirik Ify begitupun dengan Ify. Keduanya kemudian sama-sama menaikkan alis dan akhirnya tertawa bersama. Entah apa yang membuat mereka tertawa, yang pasti karena mereka selalu bahagia dan tertawa bersama. Kemudian mereka bergandengan tangan menuju Asrama mereka. Sederhana sekali.
***
Ify memasuki kamarnya lalu menghempaskan tubuhnya dikasur ukuran single miliknya. Kemudian ia melirik kasur di sebelahnya, ternyata kawan sekamarnya -Sivia belum datang. Ia menatap loteng kamarnya dan kembali teringat kejadian diparkir tadi. Sebelum-sebelumnya Rio juga sering menggenggam tangannya, tetapi kenapa tadi rasanya berbeda. Ify memijit pangkal hidung bangirnya.
“gue takut akan rasa ini, kak.” Gumamnya lirih.

Tak jauh berbeda dengan Ify, Rio sekarang sedang bermenung dibalkon kamar asramanya sambil memangku sebuah gitar. Pelan, ia memulai memetik gitarnya. Keluarlah suara merdu miliknya
Bila saja engkau tahu
Dihatiku ada kamu
Bila saja kau mengerti
Tiap waktu ada kamu
Aku tak bisa dustai hatiku
Untuk munafiki sem..
Rio berhenti, lagu itu tidak sejalan dengan hatinya. Ia malah mendustai hatinya dan munafiki semua rasa itu. Rasa yang sudah cukup lama bersemayam dihatinya dan Ify nggak boleh tahu semua ini. Ia tidak mau kebersamaan atas nama sahabat ini retak karena rasa bodoh itu. Hei Rio, itu bukan rasa bodoh.
Sebuah tepukan dipundaknya membuat Rio berhenti bermain dengan pikiran dan hatinya. Ia menoleh dan mendapati Gabriel sahabatnya juga roommatenya berdiri dibelakangnya.
“lo kenapa, Io?” Rio mengernyit.
“Emang gue kenapa?” Gabriel menggeleng dan memilih diam lalu berjalan menuju kasur.
“lo udah lama datangnya?” Tanya Rio dan mengikuti Gabriel duduk di kasur lalu menyandarkan gitarnya di samping lemari.
“Sejak lo nyanyi sih. Kok tiba-tiba berhenti nyanyinya?”
“Males.” Jawab Rio pendek.
“gue nggak yakin. Seandainya gue bisa tanya sama hati lo, pasti jawabannya nggak akan sama dengan mulut lo.” Rio mencibir dan menoyor kepala Gabriel.
“Dimana-mana hati itu nggak bisa ngomong dodol.” Rio berdiri dan keluar dari kamar meninggalkan Gabriel.
“Mau kemana lo?” Teriak Gabriel.
“Kehatimuuu.”
“Najiiis.” Membuat Rio yang berada diluar ngakak mendengar teriakan Gabriel. Ia kemudian pergi menuju kamar teman-teman seasramanya. Biasanya kalo baru pulang dari rumah berbagai makanan tersaji disetiap kamar.
“Eeel, lo mau dureen nggak. Daud bawa banyak nih.”
“Mauu, mau, mau Iooo. Tungguin gue.” Beginilah anak asrama.
***
Sivia membuka pintu kamarnya pelan dan melihat Ify sedang tertidur. Diliriknya jam yang terletak di atas meja belajar Ify 18.20. Ya ampun, Ify pasti belum shalat Magrib. Digoyang-goyangkannya tubuh Ify bermaksud membangunkan.
“Py, Py, Ipy. Bangun, udah Magrib lo belum shalat kan?” Ify menggumam dan menggeliat. Ia kemudian memicingkan matanya menatap Sivia “Udah shalat?” Tanya Sivia.
“hmm.”
“Udah shalat?” Tanya Sivia sekali lagi.
“Lagi dapet, Via.” Ify mendudukkan dirinya dan mengucek-ngucek matanya.
“Hoaam, lo kapan datang?” Ify mengambil air mineral yang terletak diatas mejanya dan meneguknya sampai setengah. Bangun tidur kerongkongan terasa kering.
“Barusan, lo mandi dulu gih Fy. Ntar gue siap lo.” Ify mengangguk lalu meraih handuknya yang tergantung dibelakang pintu.
“Eh Vi tumben lo telat datangnya?” Tanya Ify sebelum membuka pintu kamar mandi. Sivia hanya menjawab dengan gelengan kepala dan tersenyum. Ify membulatkan mulutnya dan langsung masuk ke kamar mandi.
Sivia melihat Handphonenya dan melihat ada sebuah pesan dilayar. Seketika senyum Sivia langsung mengembang. Dengan lincah jari-jarinya langsung bergerak untuk membalas pesan singkat itu. Hanya pesan singkat, tetapi bisa membuat hatinya berjingkat. Rasa itu lagi.
Ify keluar kamar mandi dan memandang Sivia heran. Apa yang terjadi dengan sahabatnya ini selama ia mandi. Jangan-jangan kena toyor penghuni asrama ini lagi. Ify bergidik ngeri.
“Vi.” Panggil Ify pelan. Sivia terlonjak dan mengelus dadanya pelan.
“Ngagetin aja lo.” Ify memutar bola matanya.
“Yang ada elo ngagetin gue, gue keluar kamar mandi eh elonya senyum-senyum sendiri melototin tuh Hp. Smsan sama siapa sih?” ify mengambil duduk disamping Sivia dan melongok melihat isi pesan yang membuat Sivia senyum-senyum sendiri. Belum bisa ia melihat kepalanya sudah didorong oleh Sivia membuatnya merengut kesal..
“kepo lo ah. Ntar deh gue certain, gue mau mandi dulu. Bye sayangkuu.”
“Iih, Jungkek kamuuu.”
Jungkek kata yang artinya fleksibel bagi dua anak manusia ini. Kata yang mereka ciptakan secara spontan tanpa tahu artinya apa. Jika ada yang menanyakan artinya apa mereka selalu jawab “terserah lo aja mau ngartiin apa, sesuai keadaan artinya.”
***
Sekarang Ify dan Sivia sedang berjalan di koridor asrama. Mereka akan menuju ruang makan untuk makan malam. Sesekali terdengar tertawa mereka karena lelucon yang dilontarkan. Mereka juga melempar senyum dan menjawab sapaan dari adik kelas dan teman seangkatan mereka.
“Eh, Vi. Tadi lo smsan sama siapa?” Bisik Ify. Kenapa berbisik? Kerena takut ketahuan sama guru atau pembina asrama. Bisa-bisa malam ini langsung sidak mendadak lalu handphonenya ditangkap dan baru dibalikin setelah lulus nanti.
“Coba deh tebak.” Ify mencibir membuat Sivia manyun karena ia yakin kalo Ify sudah mencibir pasti ia tahu. Meledaklah tawa Ify.
“Ciee, calon kakak ipar gue.”
“lo pikir gue sudi punya adik ipar sejenis lo?” balas Sivia dan Ify langsung menoyornya tanpa ampun.
“sembarangan lo, lo pikir gue jenis apa?” sewot Ify.
“Jenis macan bercula satu. Haha.” Ify melotot. Sembarangan sekali sahabatnya ini mana ada macan bercula satu yang ada itu badak bercula satu.
“ehem, berarti secara nggak langsung lo bilang kakak sepupu gue macan bercula satu dong, Vi. Di dalam tubuh kitakan ngalir darah yang sama.” Jawab Ify santai.
“Nah, gue dapat lagi satu kesimpulan kalau elo juga termasuk jenis yang elo sebut tadi, karena yang gue tahu biasanya kan kucing kawinnya sama kucing. Nggak mungkinkan kucing kawin sama kambing.” Ify menaikturunkan kedua alisnya menggoda Sivia.
“ah, rese lo Fy.”
“hahaa, ayo makaan. Lo yang ambilin nasi gue, biar gue yang ngambil air minum. Sini botol minum lo.” Sivia mengangguk lalu memberikan botol minumnya ke Ify.
Ify selesai mengisi botol minumnya dan menunggu Sivia yang masih di dalam mengambil nasi. Tak lama Sivia keluar dengan membawa dua nampan berisi nasi beserta lauk-pauknya lalu menghampiri Ify dan menyerahkannya ke Ify.
“Makan dimana?” Tanya Sivia sambil melongokkan kepalanya mencari tempat yang masih kosong. Ify juga sama, kemudian ia melihat tempat kosong tanpa aba-aba lagi ia langsung menarik tangan Sivia.
“Oy, kita makan disini ya.”
***
“Oy, kita makan disini ya.” Dayat, Rio dan Gabriel yang sedang asyik makan langsung mendongak. Menatap dua gadis hyper yang berdiri di samping meja mereka.
“lo mau minta izin atau mau malak?” Tanya Rio. Ify hanya nyengir memamerkan deretan gigi berbehelnya.
“Dasar behel.” Gumam Gabriel.
“Gue denger ya, El.” Ify langsung mengambil duduk di samping Rio dan Sivia di samping Dayat. Lalu ia melempar Gabriel dengan serbet di atas meja, tetapi Gabriel bisa menghindar dan menjulurkan lidahnya kearah Ify.
“Eh, ngapain lo duduk. Emang kita udah ngijinin?” Tanya Dayat sedangkan Ify dan Sivia hanya memutar bola matanya lalu serentak berkata “Kepo.”
Dayat mendengus “Capek emang ngomong sama lo berdua.”
“Ya udah nggak usah ngomong, ribet lo.”
Gabriel dan Rio tertawa. Dasar si Dayat udah tahu dua gadis ini sedikit miring. Masih saja dikepoin. Ify dan Sivia dengan santainya langsung memakan nasi mereka tanpa memedulikan yang mereka anggap orang gila ini –Dayat, Gabriel.
***

Dayat, Rio dan Gabriel selesai makan sedangkan dua gadis yang bersama mereka –Ify dan Sivia masih menikmati makan mereka. Tak lama Sivia selesai juga dan tinggal Ify yang masih makan.
“Kayak siput deh makan lo, Fy.” Celetuk Gabriel dan Dayat mengangguk setuju. Sedangkan Sivia dan Rio hanya diam. Sudah hafal dengan cara makan Ify.
“Masalah buat lo? Cara gue ini.” Ify meminum airnya kemudian mencuci tangannya. Ia selesai makan masih dengan menyisakan separuh nasinya.
“Mana nggak habis lagi, pantes badan lo cungkring gitu.” Tambah Gabriel.
“Liat badan lo, makannya aja yang banyak badan lo segitu aja. Lo juga cungkring kali tambah bangetnya lagi.” Ledek Ify.
“ah, males gue ngomong sama lo Fy.”
“Eh, Fy lo udah punya pacar?” Tanya Dayat.
“kenapa? Lo mau daftar, Day? Lebih baik nggak usah deh, nanti ada yang ngamuk. Ya walaupun dalam diam sih ngamuknya.” Jawab Gabriel mendahului Ify. Ify melempar serbet yang baru saja digulungnya ke muka Gabriel membuat Gabriel meringis.
“Mana ada yang mau sama gadis manja kayak dia.” Celetuk Rio. Gabriel melirik nakal kearah Rio dan tersenyum gimanaa gitu? Rio mendadak jadi risih melihat tingkah sahabatnya ini. Jijong sekali. Gabriel langsung mengkode Dayat.
“Masa’ sih Io?” Rio hanya diam, malas meladeni sahabat gilanya ini.
“Eh, El emang kalo gue mau daftar jadi pacar Ify yang bakal ngamuk siapa?” Tanya Dayat sok-sokan.
“Itu kambing itam, yang suka masuk pekarangan sekolah.” Jawab Gabriel tanpa dosa dan dayat langsung ngakak bersama Sivia diikuti Rio yang tertawa sumbang. ‘Gabriel sialan. Secara nggak langsung dia bilang gue kambing itam.’ Bathin Rio.
Ify? Dia sudah mencak-mencak tidak terima dikatai Gabriel dan ia langsung bangkit dari duduknya meninggalkan mereka yang tertawa. Sivia yang tersadar Ify pergi langsung mengejar Ify. “Ifyyy, tungguuiiin.”
“hahaha.” Gabriel dan Dayat masih saja tertawa.
“ketawa aja terus, biar gue masukin tulang ikan itu ke mulut lo pada.” Sindir Rio. Gabriel dan Dayat langsung diam.
“gue mau ke Masjid duluan. Buangin tuh sisa makan gue.” Rio langsung bangkit meninggalkan Gabriel dan Dayat.
“Allahuakbar, Allahuakbar.” Terdengar suara adzan dengan kompak Gabriel dan Dayat menepuk jidatnya masing-masing.
“Gue Muadzin.”
“Gue Imam.” Keduanya saling pandang kemudian dilihatnya Ustadz Khafif sedang berjalan kearah Musholla dan mereka langsung berlari.

“Mati, bisa diamuk Ustadz.”
Category: 1 comments

1 comments:

Unknown mengatakan...

rify kan yaa ini.? iyaa dong pastinya.. bakalan sahabat jadi cinta nih kayak nya.. ayooo lanjut lagi..



numpang promo yaa jangan lupa juga kunjungi blog gue: obat kista tradisional

Posting Komentar