Cinta (3) Cerbung Rify

3
Ify duduk sendiri di salah satu meja makan. Di atas meja itu sudah tersusun rapi beberapa buku Kimia. Sedangkan si empunya –Ify- lebih memilih membaca novel yang sudah lama ia beli, tetapi baru sekarang ia sempat melanjutkan membacanya. Sesekali ia memperbaiki letak kaca mata minus yang bertengger di atas hidungnya.
Malam ini Rio memintanya untuk diajarkan Kimia, mengulang materi yang diajarkan tadi pagi. Tentu saja Ify dengan senang hati mengiyakan. Apalagi dengan bonus plus-plusnya. Kalau ditolak, itu berarti ia menolak rezeki. Ya, walaupun ia yang meminta dan ia pun sangat-sangat yakin keikhlasan Rio mentraktirnya  dibawah standar.
Ify memutar kepalanya ke belakang mencari keberadaan Rio. Yang terlihat malah couple-couple yang menggunakan buku sebagai orang ketiganya. Berduaan dengan alasan belajar. Ify melengos, Sudah hampir setengah jam ia menunggu, tetapi Rio belum muncul juga. Padahal janjinya tadi siap sholat Isya’. Nggak tahu apa menunggu itu bagai menu makan setiap hari yang nggak ganti-ganti. Tahukan rasanya kalau setiap hari menunya itu saja. BOSAN.
“Kemana sih anak itu? Udah hampir tamat nih novel gue.” Dengus Ify. Dilemparnya asal novel itu di atas meja. Ia kembali melirik ke asrama cowok. Tetap saja tidak ada yang keluar dari kandang itu. Dilihatnya Reza yang baru saja mengantarkan Ayu –pacarnya- di depan asrama cewek.
“Hai, Nek. Lagi ngapain sendiri disini?” Sapa Reza dengan cengiran khasnya. Ify memutar bola matanya. Reza ini memang kebiasaan manggil dia dengan sebutan Nenek.
“nggak manggil gue nenek berapa sih, Jak?” kesal Ify. Rejak panggilan anak asrama pada Reza. Awalnya ini Cuma panggilan Daud yang susah bilang zet. Tetapi seiring berjalan waktu, teman-teman yang lain ikutan memanggil reza dengan Rejak. Panggilan kesayangan katanya.
“Nggak bayar sih, Nek. Tapi lo itu emang cocok dipanggil Nenek, cerewet sih lo kayak Nenek gue.” Setelah mengatakan itu Reza langsung ngakak melihat wajah Ify yang sudah memerah.
“Dan sekarang lo sah jadi Nenek gue Fy dan gue cucu Lo. Haha.”
“Lucu. Pergi sana lo sekalian panggilin Rio.”
“Okkkeh Nenekku. Babaay.” Reza langsung berlari begitu melihat Ify sudah ambil ancang-ancang untuk melakukan sesuatu yang berbahaya bagi dirinya. Ify menghela napas, ia sebenarnya tidak marah dengan panggilan-panggilan aneh buat dia di asrama ini. Toh, sudah banya yang manggil dia aneh-aneh. Ada Bulek, Behel, Tirus, Runcing dan lain-lainnya. Tetapi berhubung ia sudah bete’ dari sananya gara-gara menunggu Rio. Jadilah Reza cucu sialannya, cucu dapat gede yang kena imbas.
Tidak lama kemudian Rio datang dengan membawa beberapa snack ditangannya. Ia sendiri masih menggunakan sarung dan baju bercorak batik lengan pendek. Sepertinya tidak sempat mengganti baju selesai Sholat Isya’ tadi. Pecinya sudah dilepas dan menampakkan rambutnya yang agak basah dan lumayan berantakan.
Sambil berlari kecil ia menghampiri Ify. Lalu berkata dengan cengiran khasnya “Fy, sorry gue---”
“Lo pikir nunggu nggak capek?” Sewot Ify. Ia melipat tangannya di depan dada dan matanya memancarkan kekesalan. Mulutnya juga sudah maju beberapa centi ke depan.
Rio meringis dan menggaruk tengkuknya yang nggak gatal itu “Tadi gue kena hukuman, Fy. Magrib tadi gue Masbuq dan lo tahukan hukumannya apa? Nah, ini gue baru selesai ngaji satu Juz.”
“Gue belum nanya.”
“Ya udah itu berarti gue sedia payung sebelum hujan.”
“Lucu.” Ify melepaskan kaca matanya lalu ia letakkan di kotak segiempat khusus untuk kaca mata berbingkai biru itu. Rio langsung panic dan dilemparnya snack yang ia bawa tadi ke atas meja.
“kenapa kacamatanya dilepas?” Tanya Rio pelan. Ify hanya diam dan sekarang mulai memasukkan buku Kimia diatas meja tadi kedalam tasnya.
“Fy, Ify. Yayaya, kok disimpan bukunya? Kitakan belum belajar.” Tetap tidak ada respon dari Ify dan membuat Rio semakin frustasi. Gawat kalau Ify ngambek. Kalau Ify ngambek nyusahin semua pihak, terutama dirinya. Berbagai permintaan aneh akan keluar dari mulut manis ify dan ujung-ujungnya ia yang paling menderita menuruti permintaan itu.
Ify dengan santai dan tak acuh mulai melangkah meninggalkan Rio yang masih saja memohon kepadanya untuk belajar. Ia mencoba menulikan telinganya untuk kali ini. Sebenarnya ia kasihan dengan Rio, tetapi demi menghindari bahaya di depan mata ia harus menulikan telinga dulu.
“Fy, Ify.” Yah, Ify tak mengacuhkannya. Rio mengusap wajahnya lalu duduk di kursi yang baru saja Ify tinggalkan. Dibukanya sebungkus Chitato yang selalu tersedia di kulkas kamarnya. Dicomotnya dngan kasar lalu dimasukkan kemulutnya. Belum ditelan, sudah dimasukkan kembali. Begitu seterusnya sampai mulutnya penuh.
‘gue Cuma mau pintar Kimia. Lo yang pintar kimia  kok ngesok ya? Untung gue sayang sama lo.’ Dumel Rio dalam hati. Mulutnya terus mengunyah dengan susah payah karena kepenuhan. Matanya memancarkan kekesalan sekaligus rasa bersalah sih.
***
Ify berjalan pelan menuju asrama. Ketika tiba di depan pintu ruang makan Ify langsung tersenyum kearah Abi Sandy –Pembina asrama Putra sekaligus guru bahasa Arab disana. Ify langsung mencium tangan Abi. ‘ini dia bahayanya, sorry kak Rio gue gak maksud kok tadi.’
“Assalamu’alaikum Abi.” Abi tersenyum.
“Wa’alaikumussalam, Pefyta. Habis belajar?”
Ify mengangguk sopan. Abi pun ikut mengangguk “Masih banyak yang belajar disana?”
“hmm, Lumayan Bi. He. Ya udah Ify ke kamar dulu ya, Bi.” Ify langsung berlari meninggalkan Abi Sandy yang sekarang geleng-geleng kepala melihat tingkah Ify. Pasti ada sesuatu di dalam sana, apalagi kalau bukan pacaran. Padahal sudah jelas di asrama ada aturan nggak boleh pacaran dengan poin 20. Total poin keseluruhan sih 60, jadi ketahuan tiga kali pacaran ya siap-siap di DO. Dasar Remaja.
Ify menghela napas legah begitu berhasil meninggalkan Abi Sandy. Diurutnya berulangkali dadanya dalam hati ia berucap ‘Selamat, selamat.’ Kalau berhadapan dengan Abi susah sekali kalau berkata bohong. Pandangan dan senyumnya itu loh yang membuat gugup seketika.
***
Rio yang masih saja memenuhkan mulutnya dengan Chitato tadi langsung membelalakkan matanya begitu ia tak sengaja menangkap Ify sedang mengobrol dengan Abi. Dengan susah payah ditelannya Chitato dimulutnya. Sambil menepuk-nepuk dada sampai terbatuk.
UHUK
UHUK
Di minumnya air dibotol tuperware biru yang terdapat di atas meja sebelah. Lalu diteguknya sampai habis. Bodoh deh ini punya siapa, yang pasti ini masih punya anak Plus. Dengan segera demi nasib teman-teman yang kasmaran itu ia langsung teriak sambil berlari-lari seperti orang gila.
“Woy, woy. Duduknya gabung aja, jangan berduaan gitu woy. Abi udah depan pintu sebelah asrama putri tuh. Mau lo dipanggil ke ruang BK.” Yang tadi duduk berduaan langsung menghambur, membentuk kelompok dalam satu meja. Rio sendiri mengelap keringat yang sudah bercucuran di dahinya dan menghela napas legah. Hufft, untung ruang makan ini dindingnya kaca semua. Ia kemudian kembali ke meja awal untuk mengambil snack yang ditinggalnya tadi.
Dari kejauhan nampak Abi Sandy berjalan kearah mereka. Yang cowok-cowok sudah nyengir membuat Abi yang melihat itu mencibir. Sudah hapal sekali dengan tingkah anak didiknya ini, terutama yang laki-laki.
“Nggak usah kalian jual gigi kalian sama Abi. Nggak bakal Abi beli.” Jawaban Abi itu membuat anak didiknya itu ngakak berjamaah. Rio yang baru saja kembali dari mengambil Snacknya yang tertinggal menghampiri Abi dan menyalami tangan Abi.
Abi menepuk pundak Rio pelan “Capek teriak tadi, nak?”
Rio meringis dan menggaruk kepalanya yang mendadak jadi gatal “Teriak apa, Bi? Rio nggak ada teriak tuh.”
“Eh, Io. Bagi kek tu yang lo bawa atu.” Celetuk Rezky berusaha mengalihkan topic. Tetapi, tidak mudah ternyata saudara-saudara. Begitu Rio hendak menjawab celetukan Rezky Abi sudah lebih dulu bertindak.
“Ekhem, untuk malam-malam awal ini Abi maklumi dikitlah. Tetapi untuk malam selanjutnya, poin kita berlaku ya Boys, Girls.”  Semua mengangguk lemah.
“yang semangat dong.”
“Yess, Abiii.” Abi  tersenyum lebar. Dasar remaja, main pacar-pacaran semangat. Tiba dikelas kebanyakan loyo semua. Ckck.
“Nggak ikhlas banget.” Dayat dan yang lain-lainnya mendelik. Kalau Rio mah anteng-anteng aja. ‘Gue nggak punya pacar ini.’ HHhh.
“Io, bagi tuh atu.” Rezky kembali beraksi begitu melihat Rio yang hendak meninggalkan mereka. Rio hanya melongos dan tetap melanjutkan langkahnya.
“Ogah banget gue.”

PLUK
Tiba-tiba mendarat sebungkus Lays dan kawan-kawannya yang di kepala Rezky, Dayat dan kawan-kawan. Rezky dengan cengonya melihat kearah datangnya Lays dkk tersebut. Disana terlihat Rio yang masih santai melanjutkan jalannya dengan tangan yang kini melenggang santai.
“Dasar si Rio, diluarnya aja bilang nggak.”
“Sudah-sudah, semuanya kembali ke kamar masing-masing. Udah hampir jam 10 ini.” Suruh Abi dengan lembut tapi tegas. Yang cewek langsung bubar dan menyalami Abi. Abi menatap anak-anak cowok yang masih staycool sambil makan snack yang dilempar Rio tadi.
“Mau Bi?” celetuk Dayat.
“Nggak, istri saya itu orang kesehatan dan saya tahu makan yang kayak begituan nggak sehat.”
“Whooa, sombooong.” Sorak semuanya.
“Masuk kamar sana, tidur. Sebelum tidur wudhu dulu jangan lupa baca doa, biar besok kebangun subuh, nggak masbuq dan nggak dihukum Ustadz Khafif.”
“Yah, Abi. Habisin ini dulu deh. Mubazir kalo nggak dihabisin.”
“Ya sudah, Habis ini langsung masuk kamar masing-masing.” Abi pun berbalik hendak meninggalkan anak didiknya itu. Tetapi Abi Sandy kembali berbalik dan berkata “Pan, makan pake tangan kanan. Yang makan pake tangan kiri itu setan.” Abi pun kembali melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Halpan yang tadi memang makan dengan kiri. Halpan sendiri masih cengoh sedangkan teman-teman yang lain langsung ngakak.
“Assalamu’alaikum, Bi.” Teriak Halpan. Abi tetap saja berjalan dengan senyum yang terukir di wajahnya. Tetapi dalam hati ia tetap menjawab salam Halpan.
“Jawaab Bii, Dosa tahu.” Tambah Dayat, tetapi tetap tidak diacuhkan. Akhirnya merekapun beangsur-angsur meninggalkan ruang makan. Besok harus siap bangun Subuh kalo tidak mau dihukum oleh Ustadz dan Abi karena masbuq.
***
Ify terbangun pukul 04.30 WIB ketika terdengar suara orang –lebih tepatnya kaset ngaji dari Masjid tetangga. Dengan jalan yang masih goyang karena  masih ngantuk Ify menghidupkan lampu kamar yang memang sengaja ia matikan sebelum tidur. Diliriknya Sivia yang masih tertidur lelap di kasurnya.
Ify kembali duduk di atas kasurnya sambil menguap. Kemudian ia melirik HPnya yang masih tergeletak di samping bantal. Diambilnya HP itu lalu mulai mengetik sebuah pesan. Setelah terkirim, Ify melempar sembarang Hp tersebut dan ia kembali merebahkan badannya dengan kaki yang masih terjulur ke bawah. Dan ia kembali terlelap.
***
Rio terbangun dari tidurnya ketika terdengar suara adzan. Dari lagu dan jenis suaranya sepertinya dia tahu ini suara adzan siapa. Ketika lampu kamar ia hidupkan di kepalanya langsung muncul wajah Ustad Khafif. Ya ampun, ini Ustadz yang adzan. Kemudian dengan segera dilemparnya Gabriel yang masih tidur dengan bantal yang ia bawa berjalan tadi. Gabriel tampak tidak terganggu sama sekali dengan suara adzan itu.
“Woooi, Kambiiing. Ustadz adzan noh, dijadwalkan lo yang Imam.” Setelah membangunkan Gabriel, Rio langsung bergegas memakai sarungnya dan baju koko yang digantungnya di belakang pintu. Lalu di sambarnya peci yang terletak di atas lemari.
Gabriel langsung bangkit begitu mendengar teriakan Rio. Kalau nama Ustadz sudah disebut berarti tidak ada lagi waktu untuk malas-malasan. Gabriel mengambil Almamaternya lalu memakai sarung dan peci. Ia langsung berlari ke Masjid.
***
Gabriel melangkah santai menuju ruang makan sambil memasang dasi hitam di lehernya. Sesekali ia tersenyum dan mengangguk menjawab sapaan juniornya. Ruang makan masih sepi, tapi emang biasanya sepi sih jam segini. Biasanya ruang makan ramai kalau udah jam 06.45 limabelas menit sebelum bel berbunyi. Nah, ini baru jam 06.30. hanya murid-murid yang dikategorikan rajin yang sarapan jam segini.
Gabriel rajin? Oh tentu saja tidak. Biasanya dia yang paling parah malah, sarapan ketika bel masuk berbunyi dan ia tidak ikut apel pagi. Ketika bel berbunyi ia langsung membawa nampan makanan itu ke kamar dan sarapan disana. Kenapa dengan hari ini? Ia hari ini cepat karena sehabis Sholat Subuh tadi ia mendapat hukuman dari Abi Sandy karena tidak menjalankan tugas sebagai Imam. Ya, Subuh tadi Gabriel terlamabat dan posisinya sebagai Imam digantikan oleh Dwi Adi ketua Rohis.
Mau tahu hukuman Gabriel? Ya seperti biasa kalau berurusan dengan Abi hukumannya ya Rukiyah alias siraman dengan air Es yang kalian tahukan rasanya mandi air es subuh-subuh. Beda sekali dengan Ustadz. Kalau dengan Ustadz hukumannya ya ngaji paling sedikit ya Satu Juz.
“Kak Iel?” Shilla yang baru keluar dari dalam ruangan yang berada dalam ruang makan. Nah diruang itulah mereka biasanya mengambil jatah sarapan. Gabriel langsung tersenyum.
“Kok tumben ketemu aku pas sarapan?”
Gabriel langsung mencibir mendengar ucapan kekasihnya itu. “Yayaya, tahu deh gue yang selalu sarapan jam segini.” Shilla tergelak mendengar ucapan Gabriel.
“Ya udah, kakak ambil sarapannya gih. Kita sarapan bareng ya.” Gabriel hanya mengangguk dan Gabriel masih bisa mendengar gumaman Shilla “Langka sekali hari ini.”
***
“Pagi kak Rioo.” Rio mengernyit bingung. Ada angin apa emang pagi ini? Kok udah nyapa aja ini anak. Bukannya semalam jelas-jelas dia marah. Rio mengambil sarapannya dan berjalan keluar meninggalkan Ify yang melongoh di tempat. Pasti karena sms pagi tadi.
“Oy kak Rioo, kok lo nggak jawab?” Ify mengejar rio dan menyamakan langkahnya dengan Rio. “Kan semalam gue yang marah, kok lo pagi-pagi gini marah sama gue?”
“Siapa coba yang marah?”
“Nah, tadi lo diem aja pas gue sapa.”
“Gue sariawan, nih lihat.” Ify megerucutkan bibirnya membuat Rio yang melihat itu langsung mengacak rambut gadis itu gemas.
“Ih, apaan sih. Berantakan tau.”
“Ayo makan, bentar lagi bel tuh.” Ify langsung menurut dan langsung mengambil duduk di samping Rio.
“Lo baca sms gue subuh tadi gak?”
“Gue mana bawa yang begituan.” Jawab Rio kalem membuat Ify langsung melemparnya dengan serbet di atas meja. Sedangkan Rio hanya terkekeh.
“Sok banget lo, seasrama tau lagi lo dari awal nggak pernah absen bawa itu.”
Rio hanya tertawa. Kenyataannya memang begitu. Awal masuk kelas X saja dia sudah nekat membawa itu apalagi sekarang sudah kelas XII. Apa kata dunia kalau dia tidak membawa barang wajib itu. Tahukan barang wajib yang dimaksud itu? Anak asrama jangan sok nggak tahu.
“Gue baca kok pesan lo tadi, ya udah di kelas nanti lo duduk bareng gue aja.” Ify langsung mengangguk cepat.
“Aaaa, tengkyu kak say. Gue udah bisa nebak ntar kalo udah belajar itu.”
“Hmm. Emang lo nebak apa?”
“PKN, gak bisa lari dari minta pendapat dan percaya deh yang akan selalu ngasih pendapat itu Budi dan Ardi yang sok sok gimana itu. Akhirnya berdebat dan debatnya hanya keliling-keliling itu aja tanpa ada solusi. Mending gue ngerjain tugas Fisika dari pak Mar bareng elo kan?” Rio hanya memutar bola matanya mendengarkan ocehan Ify sambil terus menyuapkan sendok demi sendok nasi goring ke mulutnya.
“Makan tuh, jangan ngoceh mulu. Bentar lagi bel bu-“ dan benar saja sebelum Rio menyelesaikan ucapannya bel masuk terdengar nyaring.
“Nahkan, apa gue bilang.” Rio akhirnya bangkit dan meletakkan nampannya ke tempat yang telah di sediakan oleh orang dapur. Di ikuti oleh Ify yang masih menyisakan setengah nasi gorengnya.
“Kak Rioo tungguin guee.”
***
Seperti ocehan Ify pagi tadi ketika sarapan bersama Rio pelajaran PKN memang hanya berisi debat tidak penting. Ify sendiri sibuk mengerjakan tugas Fisika buat besok sedangkan Rio meletakkan kepalanya di atas meja menghadap ke buku Ify juga sesekali melirik yang punya buku yang tampak serius. Rio tersenyum kecil dan tak sadar bersenandung dengan lirih.
Bersamamu kuhabiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
#Ipank, Sahabat Kecil
Ify menoleh dan memeletkan lidahnya kearah Rio membuat Rio tergelak dan menegakkan kembali badannya. Ia merangkul pundak Ify dan menarik buku tugas Ify untuk memeriksanya. Ify diam menunggu komentar Rio.
“Udah kok.” Ucap Rio sambil melempar kembali buku Ify ke atas meja.
“Yey, tau gini nggak mau gue duduk bareng lo kak.” Rio yang hendak meletakkan kembali kepalanya di atas meja dengan tujuan tidur kembali mengangkat kepalanya dan menoyor Ify.
“Bacot lo, sebelum lo ngerjain tadi lo minta jelasin dulu tadi ke gue.” Ify hanya menyengir dan langsung memukul Rio dengan buku Fisikanya.
“Thanks kak.” Bisik ify di telinga Rio dan ia kembali memperhatikan –tepatnya pura-pura memperhatikan Guru PKN yang sejak tadi diselingkuhinya dengan Fisika. Dalam hati Ify menggumam ‘Maafkan daku PKN, kamu membosankan sih. Hihhi.’
“Ingat Fy, nanti malam Kimia.”
“Sipsip, lo jangan telat lagi.”
“Gue telat kan ga-“
Teng Teng Teng
“Nah Bel, ayo langsung ke kantin kak.” Ify langsung bangkit dan menarik tangan Rio. Rio langsung menahan tangan Ify dan menariknya ke meja guru.
“Salam dulu kali Fy, gak sopan tau gak. Cukup gak merhatiin aja.”
“Ehe.”
Setelah menyalami Bu PKN mereka langsung berjalan ke kantin tanpa menghiraukan panggilan Sivia dan Gabriel yang minta tunggu. Sambil tetap berjalan Rio dan Ify kompak teriak “Perut kita nggak mau nunggu, Sorry yaa.”
Sivia dan Gabriel yang mendengar teriakan kompak dari sepasang anak manusia itu hanya membuka mulutnya dan Sivia langsung mencak dan menarik tangan Gabriel mengikuti dua anak itu.
“Awas aja tuh anak dua.” Gabriel yang tangannya ditarik paksa oleh Sivia yang selama perjalanan menuju kantin selalu mengoceh tak terima ditinggalkan Ify hanya pasrah. Gabriel tersenyum “Dasar cerewet.” Dan sekali sentakan dari Gabriel Sivia langsung terhenti dan sedikit tertarik ke belakang.
“Apaan siiih L-“
Gabriel menatap tajam Sivia membuat Sivia meneguk ludah dengan payah dan sedikit demi sedikit cengiran tak bersalah dari Sivia mulai tercetak. Gabriel memutar bola matanya jengah.
Tuk
Aww
Ditoyornya kepala Sivia membuat si empu meringis.
“Narik gue kira-kira dong gembul. Kalo tangan gue copot gimana?”
“Buktinya itu nggak copot, mpeng.”
“Kan gue bilang kalo.”
“Lebay lo ah.” Sivia langsung berbalik hendak meninggalkan Gabriel tapi tangannya kembali di tarik Gabriel. Sivia sudah siap untuk menceramahi Gabriel tetapi tangannya keburu ditarik dan sekarang posisinya terbalik. Kalau tadi Sivia yang menarik tangan Gabriel menuju Kantin. Sekarang Gabriel yang menarik Sivia dengan lembut menuju kantin. Tepatnya Gabriel menautkan jarinya di jari Sivia. Sivia hanya menunduk pasrah.

Shilla yang sedang menuruni tangga asrama langsung menghentikan langkahnya melihat Adegan yang terjadi tepat di bawahnya. Shilla tersenyum lirih.
“Cara lo menggandeng dia dengan lembut sudah bisa dilihat dan dirasakan kalo lo emang cinta dia kak. Bahkan sekalipun orang buta bisa tahu itu.”
Shilla kembali menuruni tangga satu demi satu dengan senyum yang sebisa mungkin ia ciptakan. Senyum paksa lebih tepatnya, senyum ceria yang biasa terpatri di bibir mungilnya hilang entah kemana setelah melihat genggaman yang saling menghangatkan itu.
***
Sivia dan Gabriel sampai di meja yang diduduki oleh Rio dan Ify. Di atas meja telah berserakan berbagai macam makanan Ringan. Ada Yupi punya Ify dan Chitato rasa sapi panggang punya Rio dan makanan ringan lainnya. Sivia langsung berkacak pinggang sedangkan Gabriel langsung mengambil duduk di samping Rio lalu membuka salah satu makan di atas meja.
“Heh, Roommate sialan. Gue minta tunggu juga tadi malah langsung lari aja lo ke kantin.” Ify hanya tersenyum yang dibuat semanis-manis mungkin yang jatuhnya lebih ke menjijikkan. Sivia langsung duduk dan menyempatkan menyenggol kepala Ify dengan tangannya alias menoyor.
“AWW.”
“Kali ini baik deh gue, gak gue bales.” Kata Ify sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat ulah Sivia tadi.
“Emang gue bakal diam aja kalo lo bales?” kata Sivia lalu mengambil sebungkus kacang di atas meja dan membukanya.
“Jerawatan tau rasa lo, mbul.” Celetuk Gabriel. Sivia mendelik.
“Perhatian ya lo sama gue. Sampe jerawat aja lo ingetin.” Rio dan Ify langsung ngakak melihat ekspresi Gabriel yang seakan-akan mau muntah mendengar jawaban Sivia.
“Naksir ya lo El sama teman ndut imut gue ini?” Tanya Ify sambil menaik-turunkan alis matanya. Sivia mengangguk setuju sambil tersenyum menggoda ke Gabriel.
“Jangan deh El, gue kan mau jadi kakak sepupu iparnya Ipy nih. Nanti loh patah hati lagi.” Rio dan Ify langsung ngakak kembali melihat tampang masam Gabriel yang digoda Sivia.
Gabriel hanya terdiam sebentar, namun mendengar celetukan Sivia tadi membuatnya harus memutar bola matanya dengan kesal. “Najong tralala, trilili tau gak. Kalo boleh nih ya, gue mau muntah ngeluarin semua omongan lo yang masuk lewat telinga gue dan menjalar ke seluruh tubuh bagai virus yang amat sangat membahayakan. Gila aja apa gue naksir lo, mbul. Gue udah punya Shilla kali.”
“Hati-hati deh El, siapa tahu omongan Sivia yang masuk dalam tubuh lo yang bagaikan Virus itu nyambar hati lo dan meracuni nama Shilla yang ada disana terus diganti dengan nama dia. Haha.” Kini Rio yang bersuara menggoda Gabriel. Semuanya juga ikut tertawa mendengar celetukan Rio tadi. Sivia langsung melempar Rio dengan kulit kacang.
“Sialan lo.”
***
Gabriel sedang tengkurap di atas kasur sambil memandang laptop di depannya. Sore ini tidak ada kegiatan yang harus diikutinya. Jadi selesai Ashar ia langsung ke kamar dan mengeluarkan laptopnya. Rio tidak tahu nyampang dimana. Kemungkinan besar lagi sama Ify. Sekarang di layar laptop terbuka halaman facebook. Sepertinya cukup banyak teman-temannya yang lagi on di facebook. Terlihat dari status mereka mulai dari yang galau sampai yang gila dan alay ada disana.

Rizky Pratama
Inikah namanya cinta sendirian yang ku rasakan?
Tiada keberanian menyatakan, aku cinta
Gabriel tersenyum membaca status Rizky dan melihat beberapa komentar disana.
Daud manis:
Hatimu yang malang, teruslah bertahan jangan kau hilang
Buktikan cintamu teramat dangkal. Haha
Galau ya looo, mau gue bilangin sama **** gak :p
Dayat Arsalta
Syahriniiiii, ada yang cinta sendirian niiih. Ajarin usir cantik dooong :v
Rulyana Andini
Ternyata kaum cinta sendirian bertebaran dimana-manaa, haha
Sabar Ky, beginilah hidup :p
Rizky Pratama
BACOT LU PADA, -__-

Gabriel ngakak melihat komentar-komentarnya lalu ia kembali beralih ke status Dayat yang berhasil membuatnya ingin muntah sekaligus geli ingin ketawa.
Dayat Arsalta
Babang kangen sama Dedek, dedek kangen gak ya sama babang?
Kalau dedek tidak kangen, babang mau minum baygon aja deh.
Tapi babang gak suka pait dek :v
Zahra Putri
Mati, Mati lah babang. Dedek sujud syukur :p :v
Daud Manis
Bunuh saja Dedek Babaaaang *mati*
Sivia Azmanda
Gue suka gaya looo Raraaa,
Matiin aja babang lo itu :v

Gabriel Eka Vandra
Dedek tak sanggup liat babang matiii minum baygon,
Dedek lebih suka liat penderitaan babang yang paiiit itu :v

Gabriel ngakak setelah memberi komentar di status facebook Dayat. Dayat emang gila dari dulu. Kemudian matanya teralih pada pesan yang baru saja dikirimkan oleh Shilla kekasihnya.
Ashilla Roselia
Kak :D
Gabriel tersenyum dan langsung membalasnya
Iya? Kangen ya? :p
Ashilla: Iya kangen :D
Gabriel: kangen kamu jugaak :*
Ashilla: ih, genit :o
                Kakak mandi gih, magrib nanti kakak muadzin kan? Ntar kena hukum lagi loh
                Kalo gak menjalankan tugasnya. J
Gabreil: oke cantik.

Gabriel tersenyum lirih melihat Chat Shilla kepadanya. Sampai sekarang dia tidak ada perasaan apa-apa pada gadis cantik itu. Gadis yang selalu memberinya perhatian yang selalu ditanggapinya dengan senyuman. Dia merasa bersalah, kenapa dulu dia bisa meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya, padahal dia tahu tak ada sedikit pun perasaan yang ia selipkan untuk Shilla di hatinya.
Hati? Kembali diingatnya ucapan Rio di kantin ketika jam istirahat tadi.
“Hati-hati deh El, siapa tahu omongan Sivia yang masuk dalam tubuh lo yang bagaikan Virus itu nyambar hati lo dan meracuni nama Shilla yang ada disana terus diganti dengan nama dia. Haha.”
Gabriel menggeleng, mana mungkin nama Shilla teracuni. Satu huruf saja dari nama itu tidak pernah terselip dihatinya. Di hati Gabriel nama Shilla memang tidak teracuni, tetapi hati Shilla yang akan mengangah lebar dan mengeluarkan darah kepedihan jika tahu bahwa namanya tidak ada di hati orang terkasihnya.
Omongan Sivia yang masuk dalam tubuhnya hanya akan memupuk nama itu sendiri hingga subur dan akan sangat sulit mati. Gabriel yang selalu merawatnya dari hanya sekecil benih sampai tumbuh menjadi ukiran yang akan sangat sulit di hapus.
Gabriel mendesah “Maafkan gue Shilla, Sivia.”
***

Bersambung ....




Category: 0 comments

0 comments:

Posting Komentar